![]() |
| Foto: Sebagian warga bertahan di bawah jas hujan yang sudah tak lagi mampu menahan air |
PIDIE JAYA | BATANEWS
Situasi pasokan BBM subsidi di Kabupaten Pidie Jaya kembali memasuki babak paling memprihatinkan. Minggu pagi (7/12/2025), ratusan warga terpaksa mengantre di SPBU Keude Ulegle, Kecamatan Bandar Dua, dalam kondisi hujan demi mendapatkan beberapa liter BBM yang hingga kini masih sulit mereka peroleh.
Hujan yang mulai turun sejak pukul 07.30 WIB sama sekali tidak menyurutkan antrean. Deretan motor dan mobil memanjang hingga ratusan meter. Sebagian warga bertahan di bawah jas hujan yang sudah tak lagi mampu menahan air, sementara yang lain memilih tetap menggenggam stang motor agar tidak kehilangan posisi.
Pemandangan ini menggambarkan bahwa masalah BBM di Pidie Jaya bukan lagi sekadar persoalan teknis, tetapi sudah menjadi krisis kemanusiaan yang menekan masyarakat kecil setiap hari.
“Mau hujan, mau gelap, tetap harus antre. Kalau pulang, besok belum tentu dapat minyak,” keluh warga Jangka Buya Asnawi dalam antrian dengan nada penuh kelelahan.
Tak hanya itu, hujan justru membuat suasana semakin kacau. Sejumlah warga yang mencoba berteduh kehilangan giliran antre. Keributan kecil pun nyaris pecah karena beberapa pengendara merasa dicurangi oleh mereka yang mencoba memotong antrean. Situasi ini memperlihatkan lemahnya sistem pengawasan dan tata kelola distribusi BBM di daerah tersebut.
“Ini bukan lagi soal kelangkaan. Ini penderitaan yang terjadi setiap hari,” ucap Warga lain yang sudah hampir beberapa jam menunggu giliran, dengan wajah lelah dan pakaian basah kuyup.
Warga juga mempertanyakan lambannya tindakan pihak terkait dalam menertibkan para pengecer dan dugaan praktik penimbunan yang memperparah situasi. Mereka menegaskan bahwa selama oknum-oknum tersebut dibiarkan beroperasi, masyarakat kecil akan terus menjadi korban—baik saat hujan, panas, maupun ketika bencana melanda.
Hujan rintik-rintik yang mengguyur pagi itu seakan menjadi simbol betapa berat perjuangan warga untuk mendapatkan BBM. Namun bagi mereka, yang paling menyakitkan bukanlah dinginnya hujan, melainkan ketidak pastian kapan krisis ini benar-benar ditangani dengan serius oleh pemerintah dan pihak berwenang. [W4N15]



